Sabtu, 05 Maret 2011

epistimologi

EPISTIMOLOGI II

A. PENDAHULUAN
            Perkembangan peradaban manusia jauh lebih cepatdibandingkan dengan makhluk lainnya di dunia ini. Sejak kelahirannya di dunia, manusia terus berkembang dan mengembangkan dirinya demi mencapai kenikmatan, kesenangan, kesejahteraan, dan berbagai keindahan hidup yang lain. Salah satu wujud peradaban manusia yang cepat berkembang adalah ilmu pengetahuan yang juga berpengaruh terhadap bidang-bidang yang lain. Sehingga dari hal tersebut, muncul berbagai pertanyaa-pertnyaan yang berkaitan dengan epistimologi. Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan terlebih dahulu kita harus memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan pengetahuan. Dan makalah ini berusaha menjawab persoalan itu meski dengan penjelasan dan bahasa yang cukup sederhana, tapi semoga bermanfaat kepada para pembaca.

B. PENGERTIAN ILMU
Kata “ilmu” merupakan terjemahan dari kata “science”, yang secara etimologis berasal dari kata “scire”, yang artinya “to know. Dalam pengertian sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif.[1]
Menurut Titus, ilmu (science) diartikan sebagai common sense (pengetahuan biasa) yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode-metode observasi yang teliti dan kritis. Ilmu bisa juga diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu hal yang disusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala pada hal tersebut.[2]
Ashqkey Muntagu yang disunting oleh Endang Saifuddin Anshari, mengemukakan, ilmu merupakan pengetahuan yang disusun, yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman, untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.
Profesor Harsoyo mengemukakan beberapa pengertian tentang ilmu, yaitu :
1.       ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan atau kesatuan pengetahuan yang terorganisasikan.
2.       ilmu dapat pula dilihat sebagai suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh factor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia[3]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu yang disusun secara sistematis dan logis untuk mengetahui hakikat sesuatu yang sedang dipelajari, baik melalui observasi yang teliti dan kritis atau berasal dari pengalaman dan pengamatan. Ilmu merupakan keistimiwaan bagai manusia sehingga ia unggul dari mahluk-mahluk lainnya, dan dengan ilmu manusia terlepas dari jerat kejahilan.

C. PENTINGNYA ILMU BAGI KEHIDUPAN MANUSIA
Dalam pandangan Al-Qur’an, ilmu adalah suatu keistimewaan yang menjadikan manusia lebih unggul dari mahluk-mahluk lainnya guna menjalankan fungsi kekhalifahannya. [4]Jika tuhan tidak menganugerahkan ilmu terhadap manusia, niscaya manusia akan bertindak layaknya hewan (tidak berakal).
Diantara keutamaan ilmu adalah, ilmu sebagai syarat utama dalam setiap kepeminpinan dalam masyarakat. Umat tidak boleh dipimpin oleh orang-orang jahil akan tetapi harus dipimpin oleh orang-orang yang berilmu. Umat yang menyerahkan tugas kepemimpinan kepada orang-orang bodoh layaknya seperti menggali kuburan dengan cakaran jari-jarinya[5]. Sebab pemimpin yang jahil hanya akan menuntun umat pada kesesatan. Al-Qur’an juga sangat menghargai ilmu pengetahuan, mendorong untuk mencarinya, dan memuji orang-orang yang menguasainya. Ayat Al-Qur’an yang diturunkan pertama kali kepada Rasulullah SAW. Menunjukakn keutamaan ilmu pengetahuan, yaitu dengan memerintahkan membaca, sebagai kunci ilmu pengetahuan, dan menyebut qolam (alat transformasi ilmu pengetahuan).[6]

D. UNSUR-UNSUR ILMU
Setiap pengetahuan itu berbeda, dan untuk mengetahui letak perbedaannya diperlukan adanya penelusuran mengenai apa persoalan yang sesungguhnya terjadi. Sehingga bisa ditemukan titik terang perbedaan suatu ilmu dengan ilmu yang lain.
            Sedangkan ciri persoalan pengetahuan ilmiah adalah sebagai berikut:
1.     bahwa persoalanitu penting untuk segera dipecahkan dengan maksud untuk memperoleh jawaban.
2.     bahwa setiap ilmu dapat memecahkan masalah sehingga mencapai satu kejelasan serta kebenaran, walaupun bukan kebenaran akhir yang abadi dan mutlak.
3.     bahwa setiap masalah dalam ilmu harus harus dapat dijawab dengan cara penelaahan atau penelitian keilmuan yang seksama, sehingga dapat dijelaskan dan didifinisikan.
Jadi telah jelas, bahwa persoalan itu timbul karena adanya pengetahuan atau keinginan untuk mengetahuinya. Kemudian diadakan penelitian dan penelaahan agar dapat diperoleh kejelasan.

E. OBYEK ILMU
Setiap ilmu pengetahuan ditentukan oleh objeknya. Ada dua macam obyek ilmu pengetahuan, yaitu:obyek material dan obyek forma. Obyek material adalah seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan obyek penyelidik suatu ilmu. Sedangkan objek forma adalah objek materia yang disoroti oleh suatau ilmu, sehingga membedakan antara suatu ilmu dengan ilmu yang lain, jika berobjek material sama.  [7]
Pada garis besarnya, ilmu pengetahuan adalah alam dan manusia. Jadi, yang membedakan satu ilmu dari lainnya adalah objeknya. Apabila kebetilan objek materianya sama, maka yang terutama membedakan adalah obyek formanya, yaitu sudut pandang tertentu yang menentukan macam ilmu.

F. CARA MEMPEROLEH ILMU
Metode ilmiah yang dikembangkan oleh para pemikir muskim berbeda secara signifikan dengan metode ilmiah yang dikembangkan oleh beberapa pemikir barat. Sebab, seperti pernah dikatakan ziaduddin Sardar, sementara para pemikir barat hanya menggunakan satu nacam metode ilmiah, yaitu metode observasi maka pemikir muslim menggunakan tiga macam metode sesuai dengan tingkat atau hierarki objek-objeknya, yaitu: 1). Metode observasi (bayani), sebagaimana yang digunakan di barat. (2) metode logis atau demonstratif (burhani). (3)metode intuitif (irfani), yang masing-masing bersumber pada indra, akal , dan hati.[8]
1.       Observasi (bayani)
Metode observasi adalah pengamatan indrawi terhadap objek-objek yang ditelitinya. Al-kindi misalnya, dia tidak hanya dikenal sebagai filosof tapi juga ilmuan yang menggunakan metode observasi di laboratorium kimia dan fisikanya.
2.       Metode demonstratif
Metode demonstratif dipandang sebagai metode yang paling ilmiah, yang diharapkan dapat menangkap realitas objek-objek yang ditelitinya dengan tepat, karena telah terhindar dari kekeliruan-kekeliruan logis.caranya adalah mengambil kesimpulan dari premis-premisnya (silogisme).
3.       Metode intuitif
Pendekatan intuitif disebut dengan pendekatan presensial karena objek-objek yang ditelitinya hadir dalam jiwa seseorang.sehingga kita bisa mengalami dan merasakannya.

G. KEBENARAN ILMU
Secara umum orang merasa bahwa tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran. Namun masalahnya tidak sampai di situ. Problem inilah  yang memacu perkembangan epistimologi. Telaah epistimologi terhadap kebenaran membawa orang pada satu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran yaitu    A. kebenaran epistimologikan, adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia. B. kebenaran ontologikal, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan. C. kebenaran semantikal, adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa.[9]
Namun dalam pembahasan ini yang dibahas adalah kebenaran epistimulogikal, karena kebenaran yang lainnya secara inheren akan masuk dalam kategori kebenaran epistimologikal. Teori yang menjelaskan kebenaran epistimologikal adalah sebagai berikut[10] :
1.       teori korespondensi. Bagi orang kebanyakan, sebuah pernyataan itu benar jika apa yang diungkapkannya merupaka fakta, dan barangkali kita sendiri juga berpandangan demikian. Faham korespondensi biasanya dianut oleh para pengikut realisme.
2.       teori koherensi. teori koherensi tentang kebenaran biasanya dianut oleh para pendukung idealisme, seperti filusuf Britania F. H. Bradley. Menurut teori ini bahwa kebenaran itu ada apabila terjadi kesesuaian antara pendapat dengan objek yang dituju oleh suatu pernyataan. Berarti pengetahuan itu akan benar apabila sesuai dengan objek. Suatu proposisi atau pengertian adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang diselaraskannya, yaitu apabila ia menyatakan apa adanya, kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang selaras dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual.
3.       teori pragmatisme. Menurut teori ini, benar tidaknya suatu ucapan semata-mata bergantung pada manfaat. Sesuatu dianggab benar jika mendatangkan manfaat. Tokoh dari teori ini adalah John Dewey.
4.       teori empiris. Definisi-definisi tentang kebenaran faham-faham empiris mendasarkan diri atas berbagai pengalaman-pengalaman, dan biasanya menunjuk kepada pengalaman inderawi seseorang.

H. BIDANG-BIDANG ILMU
Ada berbagai macam ahli yang membagi ilmu pengetahuan, dan hal ini tergantung pada cara dan tempat para ahli itu meninjau. [11]
Sebagian ilmu telah menjadi pusat perhatian para filosof dan beberapa ahli fikir sejak zaman yunani kuno sampai kini. Beberapa pemikir besar yang telah berusaha untuk mengadakan pembagian ilmu antara lain : Plato, Aristoteles, Francis Bacol, John Locke, Auguste Comte, Wilhelm Windel Band, dan masih banyak ahli lainnya.
Selain para ahli piker, system pendidikan yang berkembang seirama dengan perkembangan pemikiran yang mengadakan pembidangan juga baik dibatasi oleh suatu Negara atau kelompok. Pada abad pertengahan bidang-bidang ilmu yang menjadi bahan pendidiakn di sekolah-sekolah yang disebut Artis Liberal yang terdiri atas trivium yaitu gramatika, dialektika, dan retorika, dan quadrivium yaitu aritmatika, geometrika dan astronomia.
Apabila sistem pendidikan di atas tersebut dihubungkan dengan sistem pendidkan di Amerika Serikat, maka terdapatlah satu persamaan, yaitu di A.S ada college of Arts disamping ada College of Science.
Ada juga yang membagi ilmu pengetahuan atas dua bagian, yaitu:
·        ilmu pengetahuan murni (ilmu teoritika, pure science, zuivere nefenschap, reine wissenschaft)
·        ilmu pengetahuan terpakai (ilmu praktika, applied science, toegespaste of practische, angewandte wissenschaft)
Undang-undang pokok tentang Perguruan Tinggi Nomor 22 tahun 1961 Indonesia menggolongkan ilmu pengetahuan atas empat kelompok, yaitu:
1)       ilmu agama kerohanian
o       ilmu agama
o       ilmu jiwa
2)       ilmu kebudayaan
o       ilmu sastra
o       ilmu sejarah
o       ilmu pendidikan
o       ilmu filsafat
3)       ilmu sosial
o       ilmu hukum
o       ilmu ekonomi
o       ilmu sosial politis
o       ilmu ketatanegaraaan dan ketataniagaan
4)       ilmu eksakta dan teknis
o       ilmu hayat
o       ilmu kedokteran
o       ilmu farmasi
o       ilmu pertanian, dll.
Pada garis besarnya, ilmu pengetahuan terbagi dari triga kelompok besar :
a. ilmu-ilmu pengetahuan alam
b. ilmu-ilmu kemasyarakatan
c. humaniora

I. SIKAP ILMIAH
Sikap ilmiah harus dimiliki oleh setiap ilmuan, karena sikap ilmiah adalah suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat objektif. Dalam sikap ilmiah seorang ilmuan tidaklah membahas tentang tujuan dari ilmu itu, melainkan bagaimana cara untuk mencapai tujuan untuk mendapatkan suatu ilmu yang bebas dari prasangka dan pamrih.
Sikap ilmiah iutu antara lain adalah:
o       tidak ada pamrih
o       bersikap selektif
o       adanya rasa yang layak untuk percaya terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat indra serta budi (mind) yang digunakan dalam memperoleh pengetahuan.
o       Adanya sikap yang berdasar pada suatu perasaan dengan merasa pasti bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian, walaupun terbuka kemungkinan untuk diuji kembali jika masih terkandung kebenaran ilmiah yang berbeda
o       Adanya suatu kegiatan rutin
o       Adanya suatu sikap etis yang mengarah pada etik profesi
Sikap ilmiah yang dikemukakan di atas adalah sikap ilmiah yang bersifat umum, karena masih ada sikap-sikap keilmuan yang mewarnai bidang ilmu masing-masing. Seperti ilmu kedokteran yang sikap ilmiah khusus dan etik keilmuan yang berbeda dengan ilmu-ilmu lain. Namun kiranya sikap ilmiah yang bersifat umum itu akan mewarnai semua ilmuan yang bijak dalam bidang ilmu apapun.

J. KESIMPULAN
Perkembangan peradaban manusia didorong oleh adanya perkembangan ilmu pengetahuan yang beragam, baik bentuk maupun lingkupnya sehingga menghasilkan peradaban manusia yang lebih beragam dan kaya
v     Perkembangan ilmu yang beragam menghasilkan bipolaritas dalam ilmu itu sendiri. Pengkategorian ilmu tidak bisa dihindari, seperti sumber ilmu pengetahuan dari barat dan timur, ilmu yang bersifat empiris, rasional, dan pragmatis, ilmu pengetahuan tradisional dan modern.


[1] Drs. H. Burhanuddin Salam, Logika Materiil Filsafat ilmu Pengetahuan, (Jakarta; Rineka Cipta, 1997), hal 29-30
[2]  Drs. Peter salim, M.A dkk, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), hal 577
[3] Ibid hal 90-91
[4] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, (Bandung: Mizan,2007), hal 435
[5] Dr. Yusuf Qardhawi, Al-Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta:Gema Insani Press, 1998), hal 147-148
[6] Ibid hal 90-91
[7] I.R. Pudjawijana, Tahu dan Pengetahuan; pengantar ke ilmu dan Filsafat(Jakarta:tanpa penerbit, 1967) hal 82
[8] Mulyadi kertanegara, menembus Batas waktu: Panorama Filsafat Islam (Bandung:Mizan, 2002) hal 61
[9] www.google.com
[10] P. Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara wacana  Yogya, 1996) hal180-187
[11] H. Endang saifuddin Anshari, M.A, Ilmu, Filsafat, dan Agama (Surabaya: PT. Bina Ilmu) hal 51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar